Menilik Keuntungan dan Kerugian Langkah Bahlil Menghentikan Impor BBM dari Singapura

, JAKARTA — Pihak pemerintah menyatakan bahwa mereka akan berakhirnya impor bahan bakar minyak (BBM). Singapura Sebaliknya, Indonesia berencana untuk menambah impornya dari wilayah Timur Tengah serta Amerika Serikat (AS).
Tinjauan itu dipandang mampu membawa dampak ekonomi yang lebih positif untuk Indonesia. Akan tetapi, hal ini juga memiliki potensi untuk menciptakan tantangan baru.
Tekad untuk tak lagi impor BBM Dari Singapura direncanakan akan dijalankan dalam jangka waktu 6 bulan mendatang dengan proses bertahap. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menggarisbawahi bahwa impor BBM dari Singapura kemungkinan besar akan dipindahkan ke negara lain.
Menurut dia, ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak dari Singapura—negara non-penghasil minyuk—merupakan suatu ironis tersendiri.
Selain itu, sesuai dengan temuan penilaian mereka, harga pembelian bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura hampir setara dengan harga pembelian BBM dari Timur Tengah. Bahlil merasa aneh terhadap situasi ini karena jarak antara Singapura dan Indonesia yang dekat mestinya dapat menyebabkan biaya pengimporan BBM dari Singapura menjadi lebih rendah.
"Jika harga sama, maka kami mulai mempertimbangkan untuk mendapatkan produk tersebut dari negara lain. Saat ini, dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar kami akan mengambilnya dari suatu negara lain selain Singapura," ujar Bahlil saat berada di Kementerian ESDM pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
Sebaliknya, menurut Bahlil, gerakan memindahkan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke negera lain, seperti Amerika Serikat, adalah sebagian dari taktik Indonesia untuk merespons perubahan politik global.
"Bukan cuma tentang harga. Ada juga masalah geopolitik dan geoekonomi. Kita perlu menjaga keseimbangan untuk orang lain," ujarnya.
Sejauh ini, pihak berwenang berniat untuk meningkatkan jumlah impor minyak. liquefied petroleum gas (AS LPG) bernilai di atas US$10 miliar atau kira-kira Rp167,73 triliun (dengan asumsi nilai tukar sebesar Rp16.773 per US$).
Peningkatan jumlah impor LPG dari Amerika Serikat itu merupakan usaha pemerintah Indonesia guna mengurangi defisit neraca perdagangan dengan AS yang sebesar US$14,6 miliar, sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
Indonesia harus mengurangi defisit neraca perdagangannya dengan Amerika Serikat untuk membahas penurunan tarif reciprocals atau balasan sebanyak 32%, yang dijatuhkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang dari Republik Indonesia.
Untuk mengurangi biaya transportasi impor bahan bakar minyak dari Amerika Serikat serta Timur Tengah, Bahlil menyatakan bahwa dia sudah memintakan PT Pertamina (Persero) mendirikan fasilitas penunjang tersebut, termasuk dermaga dan pelabuhan yang dapat menampung kapal dengan ukuran besar.
Transportasi dari Amerika Serikat atau Timur Tengah akan dijalankan dalam satu kali pengiriman melalui kapal besar. Ia berpandangan bahwa cara ini dapat mengurangi biaya logistik. Pasalnya, sebelumnya impor dari Singapura dikerjakan memakai kapal-kapal yang lebih kecil.
"Sebab jika datang dari Singapura, kapalku terlalu kecil. Oleh karena itu kami merancang yang lebih besar agar pengiriman sekali jalan tidak menghadapi masalah," ujarnya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka volume dan nilai impor produk minyak bumi di Indonesia dalam rentang waktu 10 tahun sampai 2024 mengalami fluktuasi namun secara keseluruhan menunjukkan peningkatan. Dari tahun 2015 hingga 2024, volume impor ratarata produk minyak bumi yang direkap oleh BPS adalah sekitar 31,10 juta ton setiap tahunnya, sementara itu total nilai impornya mencapai rerata US$19,16 miliar tiap tahunnya.
Dengan lebih detail lagi, di tahun 2024 ini, total impor produk minyak bumi oleh Indonesia menembus angka 36,89 juta ton dengan nilai transaksi senilai US$25,92 miliar. Hal itu mengindikasikan peningkatan sebanyak 7,5% dalam hal volumenya serta kenaikan nilainya sekitar 5%, jika dibandingkan dengan data dari tahun lalu.
Impor dalam jumlah besar ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2015. Apabila kita bandingkan dengan angka sepuluh tahun silam, tepatnya di tahun 2015, volumenya naik sekitar 24,70% dari 29,58 juta ton menjadi 36,89 juta ton pada tahun 2024 untuk hasil olahan minyak bumi Indonesia.
Pada saat yang sama, jumlah impor pun meningkat dengan signifikan sebesar 56,63% mulai dari angka US$16,55 miliar di tahun 2015 hingga menjadi US$25,92 miliar di tahun 2024. Dalam rentang satu dekade ini, volumenya capaian tertinggi dalam hal impor produk minyak bumi Indonesia berada pada posisi 36,89 juta ton di tahun 2024.
Selanjutnya, Bahlil menyatakan bahwa antara 54% sampai 59% pasokan minyak bumi yang diimpor oleh Indonesia datang dari Singapura.
Keekonomian Lebih Penting
Moshe Rizal, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), menganggap bahwa aspek paling vital dalam mempertimbangkan impor minyak adalah faktor kelayakan ekonomisnya.
Menurut dia, hal utama yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah adalah cara agar impor bisa terkontrol dengan mempertimbangkan aspek biaya, dampak pada APBN, serta menyiasati permintaan publik.
"Maka saya terus menegur pemerintah agar mengutamakan kebutuhan negara. Terlebih ketika membahas soal ekonomi dan neraca perdagangan. Perlu diingat bahwa neraca perdagangan kami tidak dilihat dari jumlah volumenya, tetapi lebih pada nilainya, bahkan hingga biaya logistik pun dipertimbangkan," ungkap Moshe kepada Bisnis.
Dia juga menerangkan alasan kenapa RI sampai saat ini masih melakukan impor bahan bakar minyak dari Singapura meskipun mereka tak memiliki cadangan minyak. Menurut Moshe, Singapura mempunyai kemampuan produksi yang besar.
Singapura pun mempunyai sebuah kilang minyak yang sangat luas dan menjadi salah satu kawasan pemrosesan minyak utama di Asia. Beberapa perusahaan besar seperti Shell, ExxonMobil, serta Chevron mendirikan instalasi untuk mengolah minyak mentah mereka di negara tersebut.
Minyak mentah yang berasal dari luar negeri diproses menjadi berbagai produk seperti bahan bakar minyak, pelumas, sampai nafta. Setelahnya, barang-barang tersebut diedarkan kembali ke sejumlah negara.
Di samping itu, alasannya kenapa RI sebelumnya terus melakukan impor dari Singapura adalah karena biaya logistik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh dekatnya jarak antara kedua negara tetangga tersebut.
"Dalam hal impor, perlu diperhatikan bahwa lost and benefit- nya, kalau shifting Ke berbagai negara, keuntungan harus tetap ada. Sehingga fokus utamanya adalah demi keperluan nasional. Perekonomian kita saat ini tidak begitu stabil, oleh karena itu jangan menambah bebannya lagi hanya karena kita khawatir dengan Trump," terang Moshe.
Sebaliknya, Moshe menekankan bahwa pemerintah perlu meningkatkan produksi minyak nasional. Hal ini bertujuan untuk memperkecil ketergantungan pada impor.
"Kementerian perlu terus mendorong peningkatan kemampuan produksi bahan bakar minyak nasional kita, termasuk juga untuk produksi minyak mentah dan gas alam. Hal ini penting disoroti mengingat sumber daya yang dimiliki sangatlah besar," jelasnya.
Peluang Untung dan Isu Terbaru
Pada saat yang sama, Founder dan Penasihat Institut Riset untuk Ekonomi Pertambangan dan Energi (Institut ReforMiner) Pri Agung Rakhmanto menyatakan bahwa upaya Indonesia dalam mengimpor minyak dari Amerika Serikat tidak terlepas dari situasi geopolitis. Tambahan pula, ia menjelaskan salah satu keuntungan impor dari AS ialah dapat bertransaksi secara langsung dengan negara produsennya.
Artinya, bisa jadi harga di sini lebih terjangkau daripada di Singapura. Akan tetapi, tantangannya adalah ongkos pengiriman yang cukup besar.
"Ini sekaligus juga bisa jadi instrumen negosiasi dan hubungan internasional atau kerja sama energi yang lebih luas. Harga juga berpeluang bisa lebih kompetitif karena dia [AS] produsen langsung, terutama untuk crude ataupun LNG," jelas Pri Agung.
Dia pun mengamini biaya logistik dari Singapura bisa lebih murah karena jarak yang dekat. Namun, semua pihak tak boleh tutup mata kalau konstelasi migas dunia telah berubah sejak AS jadi produsen terbesar.
"Dan situasi geopolitis pula telah berubah. Wajar apabila kami [Indonesia] akhirnya melakukan penyesuaian," jelas Agung.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) serta mantan anggota tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi, menyatakan bahwa penyaluran impor minyak ke Amerika Serikat (AS) mungkin saja dapat mengurai permasalahan defisit neraca perdagangan di AS. Akan tetapi, hal ini juga bisa membawa tantangan tambahan untuk Indonesia.
Menurutnya, mengimpor minyak mentah dari Amerika Serikat mungkin tidak selalu cocok dengan proses produksi bahan bakar di kilang milik Pertamina.
AS mungkin tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan impor Pertalite, yang seharusnya. blending Karena tidak tersedia di Amerika Serikat, harga impor minyak mentah seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga minyak di Singapura akibat biaya logistik yang lebih besar. Para pelaku bisnis energi yang biasanya mengejar keuntungan dari impor bahan bakar fosil dari Singapura tentunya akan berusaha menghambat perpindahan sumber impor tersebut ke Amerika Serikat,” ungkap Fahmy dalam sebuah pernyataan tertulis.
Dia peringatkan, jika pemerintah bersikeras menyalurkan impor minyak dari Singapura ke Amerika Serikat, maka pemerintah harus memastikan spesifikasi minyak mentah cocok dengan kapasitas kilang milik Pertamina serta AS dapat melakukannya. blending untuk menghasilkan Pertalite.
Di samping itu, pihak berwenang perlu mengonfirmasi bahwa tarif impor yang berasal dari Amerika Serikat setidaknya harus sebanding dengan biaya impor dari Singapura.
"Kepala pemerintahan perlu bersumpah untuk memerangi kelompok penyelundup bahan bakar yang dapat mencegah pemindahan ekspor dari Singapura menuju Amerika Serikat. Jika tidak dilakukan tindakan-tindakan tersebut, strategi penyaluran kembali impor minyak dianggap bisa meredam ketidakseimbangan dalam transaksi dagang AS; namun demikian, hal ini juga memiliki potensi menciptakan tantangan baru. Upaya oleh otoritas publik mestinya menyelesaikan dilema dengan cara yang tak membawa persoalan tambahan," katanya ditekankan.
Posting Komentar