Marinir Pecatan TNI AL Bergabung dengan Operasi Militer Rusia, ISESS: Kerasnya Peringatan untuk Indonesia

- Sebuah insiden memicu kehebohan di kalangan pengguna media sosial setelah seorang mantan prajurit bernama Satria Arta Kumbara menyatakan dirinya telah berpartisipasi dalam misi militer Rusia dengan jelas dan terbuka. Dia merupakan dulu anggota dari Korps Marinir Angkatan Laut RI yang kemudian pecatannya dikonfirmasikan.
Instansi Keamanan dan Studi Strategis (ISESS) menganggap ini sebagai teguran tegas untuk negeri tersebut, terutama bagi TNI yang dulunya memimpin Satria.
"Peristiwa ini merupakan teguran kuat bahwa pada masa transparansi informasi dan konflik dunia yang semakin rumit, kesetiaan, disiplin, serta martabat tentara Indonesia bukan saja diuji melalui sesi latihan dan misi domestik, tetapi juga dalam skenario internasional yang menuntut posisi tegas dari suatu bangsa," ujar Co-Founder ISESS Khairul Fahmi, Sabtu (10/5).
Fahmi mengatakan bahwa apabila kasus Satria tak cepat diselesaikan oleh pemerintah, bisa menimbulkan akibat beruntun.
Sebagai contoh, makin banyak mantan Prajurit TNI, entah mereka sudah pensiun atau kabur dari kewajiban, yang berpikir bahwa jalannya menjadi tentara bayaran di luar negeri merupakan pilihan pekerjaan yang valid.
"Tanpa terbebani oleh etika, peraturan, atau ancaman sanksi dari pemerintah," tambahnya.
Bukan hanya itu saja, kehadiran Satria membuat Fahmi percaya bahwa publik juga penasaran. Pertanyaannya adalah apakah pemecat dari Korps Marinir TNI AL tersebut merupakan satu-satunya bekas prajurit serta warga negara Indonesia yang terlibat dalam operasi militer asing sebagai tentara bayaran.
Menurutnya, kasus Satria juga mengindikasikan kemungkinan ada kasus sejenis lain yang belum terdeteksi oleh pemerintah.
”Langkah preventif harus segera diperkuat. Negara perlu memperbaiki sistem pembinaan dan pengawasan terhadap prajurit purnawirawan dan individu yang keluar dari TNI karena pelanggaran seperti desersi. Penegakan hukum terhadap desersi juga tidak boleh berhenti di administrasi internal,” ujarnya.
Fahmi berpendapat bahwa penting adanya penerapan hukuman pidana serta pengawasan yang melibatkan beberapa departemen. Ini juga mencakup kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini dilakukan apabila terdapat indikasi kemungkinan seseorang ikut ambil bagian dalam kegiatan militer asing atau konflik di negara lain.
Dia bahkan mendorong pemerintah segera memberi sanksi tegas kepada Satria. Yakni berupa pencabutan kewarganegaraan. Sebab, hal itu bisa dilakukan jika yang bersangkutan benar-benar secara aktif terlibat dalam aktivitas militer negara lain tanpa izin dari presiden dan negara.
Posting Komentar