Krama Adat Kubutambahan Setuju Gunakan Awig-Awig untuk Memilih Penghulu Desa di Bali

Daftar Isi

, SINGARAJA - Permintaan Krama Desa Adat Kubutambahan supaya proses memilih Penghulu Desa (Bendesa) mengikuti aturan adat secara resmi diterima.

Sekarang warga desa hanya perlu menantikan saat pemilihan Bendesa baru, mengingat jabatan tersebut sudah dalam keadaan lowong selama dua tahun terakhir.

Ini terkuak setelah pemurnian desa dilakukan di Pura Desa Bale Agung, Desa Adat Kubutambahan, Buleleng, Bali, pada hari Selasa, 13 Mei 2025.

Berdasarkan laporan Tribun Bali, sebelum pemuraman dimulai, kelompok krama terlihat melakukan perjalanan jarak jauh dengan berjalan kaki dari arah Banjar Kubuanyar.

Mereka menggantungkan poster yang berbunyi "Kami Menyokong Pelaksanaan Penghulu Desa Sebagaimana Adinya".

Pertandingan parumer tersebut berjalan selama 2 jam.

Setelah pertemuan, perwakilan dari Desa Adat Kubutambahan, Jro Gede Suardana mengungkapkan bahwa belum adanya Penghulu Desa disebabkan oleh keberadaan dua kelompok dengan pandangan yang bertentangan.

Tempat di mana kelompok pertama yang memilih Penjaga Desa ditentukan oleh dresta atau hubungan kekerabatan.

Sementara itu, sekelompok lain mempercayai bahwa pemilihan Kepala Desa harus mengikuti aturan adat awig-awig.

"Jika sudah terdaftar dalam awig-awig, mengapa harus membicarakan dresta yang kabur dan tak pasti? Dalam pertemuan tersebut, para tokoh masyarakat ingin menggunakan awig-awig. Lagipula, ketentuan tentang pemilihan telah dituliskan di dalam awig-awig," ujarnya.

Menurut anjuran sementara Pengulu Desa dan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng, proses memilih penghulu desa mencakup partisipasi Klian-klian Dadia serta Prajuru Dadia di Desa Adat Kubutambahan.

Komponennya mencakup tiga tingkatan krama yaitu krama negarak, latan, dan sampingan.

“Hal itu telah kami setujui. Semoga pertemuan selanjutnya dapat terselesaikan dan pemilihan kepala desa bisa sukses,” katanya dengan harapan.

Perwakilan dari Dadia, Jro Klian Ketut Ngurah Mahkota menyebutkan bahwa dalam periode dua tahun tanpa kepala desa, posisi Penghulu Desa dijalani oleh pejabat sementara atau penghulu interims yang bernama Ketut Surawan.

"Pengulunya memang ada, tetapi kita masih perlu menemukan pengulu desa definitif yang telah mendapatkan Surat Keputusan (SK). Mengingat usia dan kesehatannya yang sudah lanjut serta sedang sakit, kita harus mencari penggantinya," terangnya.

Diketahui, proses pemilihan Kepala Desa sejauh ini telah mengalami beberapa kali penangguhan, sehingga menarik perhatian dan kritikan dari MDA Provinsi serta MDA Buleleng.

Surat diterima untuk mengimplementasikan seremoni desa dengan cepat.

Disampaikan oleh Ngurah Mahkota tentang ketiadaan Penghulu Desa yang resmi, dia menegaskan hal tersebut pada dasarnya tidak menganggu masalah adat secara keseluruhan.

Malahan, hambatan terbesarnya malah timbul dari urusan dengan pemerintah.

Satu di antara pendanaan yang dipelajari adalah BKK (Bantuan Keuangan Khusus).

"Jika pemimpin daerah tidak memiliki surat keputusan, maka dana itu tidak dapat dicairkan," tegasnya. (mer)

Kumpulan Artikel Buleleng

Posting Komentar