7 Fakta Kuat di Balik Kasus Mahasiswa ITB: Dari Penangkapan hingga Penangguhan karena Meme Prabowo-Jokowi

, Jakarta - Kepolisian mengalihkan penahanan terhadap mahasiswi ITB (Institut Teknologi Bandung) ITB ) berinisial SSS yang diamankan oleh polisi pada Selasa, 6 Mei 2025. SSS dicurigai telah memposting meme tentang Presiden Prabowo Subianto dan mantan presiden Joko Widodo sedang berciuman di halaman media sosial miliknya.
Penggerebekan serta penahanannya yang dilakukan oleh pihak kepolisian atas nama SSS menjadi perbincangan luas dan menimbulkan opini baik positif maupun negatif di antara publik. Di bawah ini adalah beberapa informasi mengenai penggrebekan dan penahanan mahasiswa ITB tersebut:
Dijerat UU ITE
SSS telah diamankan oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Penyidik mengaitkan SSS dengan Pasal 45 ayat (1) bersama-sama Pasal 27 ayat (1), serta Pasal 51 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronika terkait dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
Pasal 45 ayat 1 tertulis sebagai berikut: Siapa pun yang secara sengaja dan tanpa izin menyebarkannya, memamerkan, mendistribusi, mentransmisikan, serta membuka akses kepada Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang mengandung materi yang bertentangan dengan norma kesopanan bagi publik seperti disebutkan pada Pasal 27 ayat (1), akan dituntut hukuman penjara selama maksimal 6 (enam) tahun atau dikenakan denda tertinggi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ditangkap di Indekos
SSS diamankan di asramanya yang ada di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2025. Berdasarkan pernyataan dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Ferryl Fajri Firmansjah, operasi penahanan tersebut dilaksanakan tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.
"Menurut temannya beserta keluarganya, hingga saat ini belum ada panggilan apa pun, akhirnya mereka datang langsung ke kos," ungkapnya pada hari Sabtu, 10 Mei 2025.
Orang Tua Meminta Maaf, Kampus Memberikan Pendampingan
Tiga hari usai penahanannya, keluarga SSS mengunjungi kampus ITB guna menyampaikan permohonan maaf. "Kemarin, yaitu pada tanggal 9 Mei 2025, pihak keluarga mahasiswi tersebut telah berkunjung ke ITB dan meminta maaf," ungkap Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Nurlaela Arief melalui pernyataan tertulisnya yang dikeluarkan Jumat lalu.
Sebaliknya, Nurlaela menyebut bahwa mereka sudah melakukan koordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM) guna mendapatkan dukungan. Menurutnya, kampus masih akan terus memberikan bimbingan.
Istana Mempromosikan Pelatihan Sebagai Gantinya Dari Sanksi Hukum
Pada tanggal 10 Mei 2025, kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau yang dikenal sebagai Presidential Communication Office (PCO), Hasa Nasbi, menyarankan bahwa sebaiknya mahasiswa tersebut dididik daripada dipidanakan. Terlebih lagi, insiden ini berhubungan dengan hak mereka untuk menyuarakan pendapat.
"Kemungkinan untuk memberikan pendidikan dan bimbingan agar menjadi lebih baik tentunya ada, tetapi bukannya dengan hukuman seperti itu. Sebab hal ini berada dalam ranah demokrasi," ungkapnya.
Pimpinan Komisi III DPR Usulkan Jaminan Pengalihan Hukuman
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan dirinya sebagai jaminan untuk penangguhan penahanan SSS pada tanggal 11 Mei 2025. Ia berjanji akan bertanggung jawab atas keselamatan mahasiswi ITB itu dengan memastikan dia tidak kabur, tidak merusak atau menghapus barang bukti, tidak kembali melakukan pelanggaran hukum, serta tidak menghambat proses pemeriksaan dari tahap penyidikan sampai ke persidangan.
Dengan mendaftar menjadi penanggung jawab, Habiburokhman menyampaikan bahwa ia juga akan memberikan bimbingan kepada mahasiswi ITB itu.
Polisi Tangguhkan Penahanan
Setelah menghadapi berbagai opini pro dan kontra, Badan Reserse Kriminal Polri memutuskan untuk menunda penahanan seorang mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa penangguhan ini bertujuan supaya tersangka bernama SSS dapat kembali ke jalannya belajar.
"Penangguhan penahanan diserahkan dengan alasan unsur atau sudut pandangan kemanusiaan serta memperbolehkan pihak terkait mengikuti proses kuliahnya," ungkap Trunoyudo di Gedung Bareskrim pada hari Minggu, tanggal 11 Mei 2025.
Penangguhan Dinilai Keputusan Keliru
Pemimpin Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa langkah kepolisian dalam menangguhkan penyitaan terhadap mahasiswa ITB adalah keliru. Menurut dia, penangguhan ini tetap memberikan sinyal serta impresi bahwa tindakan mahasiswi dari ITB itu melanggar undang-undang; akan tetapi dikarenakan polemik yang muncul, proses hukumannya baru ditunda. Ini disampaikan oleh Usman ketika ditemui lewat komunikasi telepon pada hari Senin, tanggal 12 Mei 2025.
Serupa dengan itu, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah yakin bahwa penangguhan penahanan untuk SSS bukanlah keputusan yang tepat. Dia percaya bahwa seharusnya orang tersebut dilepaskan tanpa ada persyaratan apapun dan proses ini dapat dilakukan melalui Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3). Hal ini disampaikannya ketika diwawancara pada hari Senin.
Dia percaya bahwa penahanan mahasiswa SSS karena dituduhkan dalam Pasal Kesusilaan dari UU ITE tidak cukup berdasar. Herdiansyah pun mendesak aparat penegak hukum untuk menafsirkan gambar Prabowo-Jokowi sedang berciuman tersebut sebagaimana sebuah karya seni, mengingat SSS adalah seorang siswa di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB.
"Ciuman antara Jokowi dan Prabowo dalam kerangka seni rupa merupakan hasil dari hak berekspresi tanpa batasan dan tujuannya menyampaikan pesan pada masyarakat bahwa terdapat kedekatan yang melewati batas dan tak biasa," katanya.
Dian Rahma Fika menyumbang pada penyusunan artikel ini
Posting Komentar