Opini: Papua dalam Genggaman Geopolitik, Menjaga Kedaulatan dan Prinsip Indonesia

Daftar Isi

Oleh: Johanes De Brito Siga Nono, SH, MIR, MIL

Dosen di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana yang berlokasi di Kupang - NTT

Perihal potensi penempatan kekayaan militer Rusia di area Indonesia, lebih spesifik lagi di Biak, Papua, telah menjadi fokus utama masyarakat umum. Hal tersebut memicu ketidaknyamanan geopolitis baik dalam lingkup regional maupun global.

Walaupun belum ada pengumuman resmi dari pihak berwenang, keberedaran informasi tersebut bersama-sama dengan perubahan-perubahan dalam bidang politik dan hubungan internasional Indonesia akhir-akhir ini menjadikan hal itu tak dapat diabaikan begitu saja.

Disebutkan Rusia memiliki minat untuk mendeplokasikan pesawat jarak jauh mereka di Pangkalan Udara Manuhua, yang bersama-sama menggunakan landasan pacu dengan Bandara Frans Kaisiepo di Biak.

Apabila tindakan ini sungguh-sungguh dilakukan, konsekuensinya tidak sekadar mempengaruhi bidang pertahanan negara, tetapi juga akan menandai era baru dalam partisipasi kekuatan luar negeri di wilayah Indo-Pasifik.

Masalah ini bukan sekadar mengenai basis militer atau kemitraan bilateral. Ini lebih jauh lagi tentang cara Indonesia memposiskan diri di tengah arena persaingan kekuatan dunia yang semakin transparan.

Ini merupakan pengujian atas kekonsistenan dalam menerapkan prinsip nonblokir yang telah dari awal kemerdekaan menjadi fondasi utama bagi diplomasi internasional Indonesia.

Kini dunia menanti: Apakah Indonesia masih akan bertahan sebagai negara yang bersifat netral dan merdeka, atau justru akan menjadi alat dalam skema geopolitik global?

Uji Coba untuk Menerapkan Prinsip-Prinsip Dari Kerja Sendiri dan Terlibat aktif

Kedatangan tentara luar negeri ke tanah Indonesia, tidak peduli siapa pihaknya, bukanlah masalah sepele.

Dari sudut pandang konstitusi dan ideologi, prinsip bebas aktif memastikan bahwa Indonesia harus menjauhi ikatan dengan kelompok militer manapun, namun masih secara proaktif mendukung pembentukan kedamaian global.

Apabila dugaan tentang kedatangan tentara Rusia tersebut memang benar, maka pertanyaannya menjadi jelas dan mendasar: apakah Indonesia tetap berpegang teguh pada prinsip tersebut?

Secara teoritis, penempatan tentara asing dapat dipatuhi berdasarkan peraturan internasional, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Namun, kenyataannya tidak se-simpel itu. Dalam dinamika global yang semakin menuju ke arah multipolar, setiap tindakan pertahanan dapat ditafsirkan sebagai sebuah tantangan.

Terlebih lagi bila hal tersebut terjadi di Papua, daerah yang telah lama menjadi fokus perhatian global mengenai masalah hak asasi manusia dan separatis.

Ungkapan yang menyatakan Papua sebagai masalah internasional dan bukan lagi perkara dalam negeri, serta merupakan bagian dari persaingan strategis dunia, akan menjadi lebih kuat.

Apabila Indonesia kurang waspada, tindakan tersebut dapat memungkinkan pihak asing ikut campur dengan cara menyampaikan pendapat di forum global.

Dilema keamanan menjadi sebuah ancaman riil: tindakan yang kami ambil untuk melindungi kedaulatan dapat dianggap sebagai ancaman oleh pihak lain.

Ini adalah alasan mengapa kebijakan luar negeri Indonesia perlu dieksekusi dengan hati-hati serta jernihnya tujuan. Pastikan bahwa prinsip bebas aktif tidak berbalik menjadi pasif terhadap pengaruh asing.

Papua: Dari Sumber daya hingga Papan Permainan Catur yang Strategis

Selama ini Papua terkenal karena sumber daya alam dan perselisihan internalnya. Tetapi di peta politik internasional saat ini, daerah tersebut telah berubah menjadi wilayah penting yang disengketakan secara halus.

Letaknya di pusat Samudera Pasifik membuat wilayah tersebut menjadi perhatian utama bagi berbagai kekuatan dunia; mulai dari negara-negara barat yang diketuai oleh Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya, sampai negara-negara timur seperti Rusia dan Tiongkok.

Tension dunia setelah perang di Ukraina mendorong kedua pihak untuk meningkatkan usaha mereka dalam mengembangkan kepengarusan. Amerika Serikat memperkokoh Pakta AUKUS serta meremajakan aliansi di wilayah Asia-Pasifik.

Meskipun demikian, Rusia dan Tiongkok menerapkan strategi berbasis ekonomi, diplomatik, serta militer guna mengurangi pengaruh Barat. Dalam hal ini, Papua memiliki posisi penting sebagai bagian dari persaingan tersebut.

Kita dapat mengamati kesulitan ini dari perspektif teori permainan: terdapat tiga pihak utama yang berperan, yaitu Indonesia, kekuatan Barat, serta blok Rusia-Tiongkok. Indonesia bertujuan untuk mempertahankan posisi netral sambil tidak menutup pintu bagi kerjasama strategis.

Barat berusaha untuk menjaga kekuasaannya. Di sisi lain, Timur mencoba mengatasinya.

Apabila Indonesia cenderung mendukung salah satu pihak, pihak lainnya akan memberikan respon. Bila Indonesia menolak kedua-duanya, mungkin dapat mengalami hilangnya kesempatan strategis serta ekonomi.

Oleh karena itu, jawabannya tidak hanya tentang bertahan, tetapi juga bertransformasi. Konsep bebas aktif harus diperbarui menjadi bebas aktif responsif yaitu bersikap netral dari segi militer namun proaktif dalam urusan diplomatik dan kerjasama perdamaian.

Papua perlu dijadikan wilayah perdamaian, bukannya area tidak jelas yang rentan terhadap konflik proksi.

Dampak pada Citra Internasional Indonesia

Pada masa ketika dunia menjadi lebih terbagi, kredibilitas suatu negara tidak lagi diukur semata-mata dari kekuatannya militer, melainkan juga dari kesesuaian nilai-nilai serta pendekatan diplomatisnya.

Indonesia telah lama dipandang sebagai pendukung kedamaian, penentangan terhadap intervensi, serta negera yang bersifat netral. Oleh karena itu, adanya pasukan asing di Papua bakal memberikan dampak signifikan dan merugikan kepada imej tersebut.

Papua adalah daerah yang rentan terhadap isu hak asasi manusia dan separatis. Meskipun kedatangan pasukan militer dari luar negeri bisa sah berdasarkan hukum internasional, hal itu tetap dapat diartikan seolah-olah Indonesia tidak lagi mampu mengatasi permasalahannya sendiri.

Hal ini membuat jalan terbuka untuk tekanan global dan mungkin campur tangan tidak langsung dari pihak luar yang memiliki kekuatan.

Paradoksnya, Indonesia secara konsisten mengkritik campur tangan asing di Timur Tengah dan Asia Tenggara.

Namun bila biarkan kekuatan besar mendirikan basis militernya di Papua, maka prinsip non-intervensi yang telah lama kita sandingkan mungkin hanya akan dilihat sebatas retorika.

Perdamaian tidak hanya didefinisikan sebagai absennya konflik bersenjata (peace of absence), tetapi juga meliputi adanya keadilan, kestabilan, serta pemujaan atas kedaulatan negara (peace of presence). Hadirnya pasukan luar negeri malah bertolak belakang dengan prinsip tersebut.

Menjaga Papua, Menjaga Indonesia

Diskusi tentang kedudukan tentara Rusia di Papua tidak hanya sebatas masalah ketentuanan militer.

Tindakan ini menyinggung perihal kedaulatan dan reputasi Indonesia. Pemegang tampuk kekuasaan perlu dengan cepat mengeluarkan penjelasan yang terbuka untuk publik, dan bila benar adanya peluang kolaborasi militer, maka sikap terbuka serta pemikiran matang tentang dampak jangka panjang akan sangat diperlukan.

Papua tidak semata-mata sebuah titik pada peta. Bukanlah area kosong yang bisa dipenuhi oleh ambisi global. Sebalanya, Papua merupakan bagian resmi dari Indonesia yang perlu dilindungi, tak cuma secara fisikal tetapi juga dalam aspek politik dan moral.

Prinsip bebas aktif, non-intervensi, dan mandiri perlu dipertahankan tidak hanya untuk retorika, tetapi lebih penting lagi untuk masa depan Indonesia sebagai negara dengan kedaulatan penuh.

Pada akhirnya, dunia akan mengukur bukan saja kekuatan Indonesia dalam mempertahankan wilayahnya, melainkan juga keteguhan negara ini dalam merawat nilai-nilai serta keseluruhan etika moralnya. (*)

Simak terus berita di Google News

Posting Komentar