Denda Adat Dayak Puluhan Juta Tertimpas pada Kreator Konten Syaifullah

KALTENG POS- Nama Syaifullah sedang jadi pembicaraan selama beberapa minggu terakhir. Akibat video parodi tentang wawancara dengan gubernur tersebut, pengguna media sosial bernama Saif-Hola itu harus menjalani persidangan adat. Isi kontennya dinilai menyinggung serta merusak citra dari Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah H Agustiar Sabran, sekaligus juga sebagai Gubernur Kalimantan Tengah.
Karya buatan Syaifullah mengenai parody wawancara jurnalis dengan Gubernur H Agustiar Sabran ini dinyatakan menyalahi aturan tradisional. Akibatnya, Syaifullah harus menghadiri persidangan adat di Rumah Betang Palangka Hadurut, Jalan Temanggung Tilung XVIII, Kota Palangka Raya pada hari Jumat, 25 April.
Pada kasus tersebut, Syaifullah berperan sebagai terdakwa (yang disebut tadakwa dalam bahasa Dayak). Di samping terdakwa, turut hadir juga kedua belah pihak pelapor yakni Ingkit Djaper serta Abdreas Djunaedi. Penuntut umum dalam perkara ini diwujudkan oleh sejumlah mantir adat (atau pandakwa dalam istilah Dayak), termasuk Dandan Ardi, Herlik A Laban, Walter Sungan, Heriaon D Nyahun, Hendro M Saleh, dan Misrun.
Berperan sebagai pengadilan tradisional dalam kesempatan ini, tiga tokoh penting yaitu Wawan Embang (pimpinan), Ari Gato, serta Ethel Sumardi yang merupakan para damang utama. Sedangkan tuduhan terhadap Saifullah diucapkan oleh Walter Sungan sebagaimana mestinya sang mantir adat.
Terdakwa telah mengajukan tuntutan hukum ke hadapan Bapak/Waktu Yang Mulia Penjaga Adat Kecamatan Jekan Raya, Palangkaraya berdasarkan Pasal Hukum Adat Tumbang Anoi tahun 1894 sebagaimana dijabarkan sebagai berikut: - Penggantian Bau Mate: 45 kati ramu (setiap kati ramu bernilai Rp250.000), totalnya mencapai Rp 11.250.000. - Ganti Rugi Randah: juga 45 kati ramu dengan nilai sama yaitu Rp 11.250.000. - Denda Belum Memenuhi Aturan Tradisional: ditetapkan pada jumlah 250 kati ramu dan setara dengan Rp 62.500.000. Jadi, secara keseluruhan permintaannya adalah seluruhnya 340 kati ramu atau diperkirakan nilainya mencapai Rp 85.000.000.
Usulan sanksi adat dari pandakwa, berdasarkan hasil musyawarah internal dan penilaian atas iktikad pihak terduga, maka pandakwa mengajukan sanksi adat sebagai berikut; singer tekap bau mate sebanyak 40 kati ramu atau senilai Rp 10.000.000, singer tandahan randah sebanyak 40 kati ramu atau senilai Rp 10.000.000, singer kasukup belom bahadat sebanyak 150 kati ramu atau senilai Rp 37.500.000. Dengan demikian, total usulan sanksi adalah 230 kati ramu atau senilai Rp 57.500.000
Para penggugat mengatakan bahwa besarnya denda adat tersebut memperhitungkan beberapa pertimbangan, termasuk diantaranya:
Pihak tersangka telah menunjukkan kerjasama aktif selama proses penyelesaian adat. Sudah ada permintaan maaf lisan kepada pihak pemohon, dan pihak tersangka menyatakan komitmennya untuk tidak melakukan tindakan sejenis lagi di masa depan. Tambahan itu, mereka juga bertanggung jawab atas anak-anaknya yang masih harus melanjutkan pendidikan.
Setelah pengacara dari pihak peminta perbuatan melanjutkan pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Basarah Hai Wawan Embang memberi kesempatan bagi Syaifullah untuk berbicara. Dalam pidatonya, Syaifullah mengekspresikan rasa penyesalan terhadap isi parody wawancaranya tentang Gubernur Kalimantan Tengah yang telah dia buat, sekaligus meminta maaf kepada Agustiar Sabran dan penduduk di Kalimantan Tengah, lebih-lebih lagi ke kelompok etnis Dayak.
"Saya merupakan penduduk kota Palangka Raya, orang lokal di sini, oleh karena itu saya dengan ikhlas siap bertanggung jawab atas tindakan yang telah saya lakukan dan menerima putusan persidangan pada hari ini," ungkap lelaki berumur 34 tahun tersebut.
Dia pun pernah diinterogasi oleh para hakim tentang alasan dia membuat video parodi wawancara dengan Agustiar Sabran. Dia menjelaskan bahwa tujuan pembuatan videonya adalah untuk konten hiburan komedi.
"Sedikit terkejut dan penasaran dengan tindakan saya, saya merasa menyesal karena tak berniat mengganggu masyarakat Dayak," ungkap Saifullah.
Setelah mendengar penjelasan dari Saifullah, Wawan Embang sebagai Ketua Mantir Basarah Hai mengalihkan sidang adat selama 30 menit. Tujuannya adalah agar para damang dapat berdiskusi dan memutuskan sanksi adat yang seharusnya diberlakukan terhadap Saifullah.
Pada persidangan tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa Syaifullah telah melanggar adat Dayak serta mencemarkan nama baik Gubernur Kalimantan Tengah yang juga merupakan tokoh adat Dayak dan Ketua Umum DAD Kalteng, yaitu H Agustiar Sabran. Hakim mengjatuhi hukuman kepada terdakwa berdasarkan pasal tindakan pencemaran nama baik dalam undang-undang sementara, termasuk tuduhan tidak sesuai dengan norma-norma adat setempat.
"Menerapkan hukuman kepada terdakwa sesuai aturan suku Dayak, yakni penyerahan tanduhan randau sebanyak 40 kati ramu (satu kati ramu setara dengan Rp250.000) dikurangi menjadi 30 kati ramu atau dapat diubah jadi uang tunai sejumlah Rp7.500.000, serta untuk pembayaran belom bahadat yang semula mencapai 150 kati ramu diturunkan menjadi 50 kati ramu atau bisa juga dibayar melalui uang tunai sebesar Rp12.500.000," ungkap Wawan Embang.
Majelis pengadilan tradisional pun menjatuhi hukuman kepada terdakwa Syaifullah untuk membayarkan denda basara serta biaya perdamaian adat yang disebut tampung tawar di antara pihak-pihak yang bersengketa.
"Mencapokkan Saudara Syaifullah agar menyampaikan pengakuan kesalahannya kepada komunitas Dayak serta Bpk. H Agustiar Sabran melalui surat kabar dan platform digital." Hal tersebut merupakan putusan dari mahkamah adat. (sja/ce/ala)
Posting Komentar