Profil Riza Chalid ,Raja Minyak, Indonesia,Rumahnya Digeledah usai Anak Tersangka Korupsi Pertamina
Mengenal sosok Muhammad Riza Chalid yang dijuluki sebagai "Raja Minyak" Indonesia kini disorot usai rumahnya digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Selasa, (25/2/2025).
Penggeledahan itu tidak lepas dari putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk Kilang di Pertamina Persero, Subholding, dan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS), tahun 2018-2023.

Sosok Riza Chalid
Pada tahun 2015 lalu, nama Riza Chalid sempat muncul dalam kasus "Papa Minta Saham"
Dari sini awal mulanya nama Riza Chalid mulai berkembang.
Kasus ini melibatkan Ketua DPR saat itu Setya Novanto.
Dia ditanya soal kemungkinan bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin.
Novanto meminta pertemuan empat mata, namun ia malah membawa Riza Chalid.
Kabar burung menyebutkan dulu Riza Chalid dekat dengan Bambang Trihadmodjo, seorang pengikut Cendana.
Media DW.com yang berbasis di Jerman menyatakan bahwa selama beberapa tahun Riza Chalid telah mengelola Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), sebuah anak usaha PT Pertamina.
Dia disebut mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina, selama puluhan tahun.
Karena dia menjadi besar dan mendominasi bisnis itu, diapun disebut-sebut sebagai "penguasa abadi bisnis minyak" di Indonesia.
Nama Riza Chalid diulas dalam "Gurita Bisnis Cikeas" oleh Goerge Junus Aditjondro.
Nama besar Riza Chalid juga terdengar hingga ke luar negeri.
Dia sangat dihormati di Singapura, karena kehebatannya memenangkan tender-tender besar bisnis minyak lewat perusahaannya, Global Energy Resources.
Global Energy Resources merupakan penyedia minyak mentah terbesar bagi Pertamina Energy Services Ltd.
Setelah ada aturan yang lebih ketat, Global Energy memang menghilang dari Pertamina, digantikan oleh perusahaan lain, yaitu Gold Manor, yang juga dipimpin oleh Riza Chalid.
Saat itu sempat menciptakan kegaduhan di Malaysia
Pada pertengahan tahun 2023 yang lalu, Riza Chalid mendapatkan perhatian ramai dari media-media Malaysia.
Pasalnya dia bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia, Anwar bin Ibrahim.
Mengutip Free Malaysia Today, Rabu (9/8/2023), pertemuan Riza Chalid dengan orang nomor satu di Negeri Jiran itu dikaitkan dengan bisnis tambang mineral tanah jarang, atau rare earth mineral (REE), di Kedah.
Namun ditemukan bahwa pertemuan Anwar Ibrahim dengan Riza Chalid berdasarkan undangan Sultan Sallehuddin Badlishah, penguasa Kedah.
"Saya diundang oleh Sultan Sallehuddin, dan rekan saya (Riza Chalid) bersama saya saat pertemuan di Istana (Kedah)," kata Anwar Ibrahim.
Anwar Ibrahim mengatakan, pihaknya sama sekali tidak membahas soal ajakan investasi penambangan REE kepada Riza Chalid.
Tapi ia mengakui, memang telah ada pembahasan tentang penambangan REE ilegal yang dilakukan sebuah perusahaan asal Cina.
Seorang Remaja Ditetapkan Sebagai Tersangka dalam Kasus Korupsi di Perusahaan Minyak Pertamina
Anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Imbasnya, Senin (25/2/2025), rumah Riza Chalid di Jalan Jenggala 2 Nomor 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, digeledah tim penyidik dari Kejaksaan Agung.
Dikutip dari Kompas.com, Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian "diblending" menjadi Pertamax.
Tetapi, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
"Dalam pembelian produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Bensin 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Bensin 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Bensin 92," demikian bunyi keterangan Kejaksaan Agung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” jelas keterangan tersebut.
Dalam perkara ini, Muhammad Kerry Adrianto Riza, sebagaimana nantinya disebut sebagai pemilik berkepentingan PT Navigator Khatulistiwa, diduga menerima keuntungan dari transaksi tersebut.
"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri sebagian besar diperoleh dari produk impor secara ilegal, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan Harga Index Pasar (HIP) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," tulis keterangan tersebut.
Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung bersama enam orang lainnya, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS sebagai Direktur Feedstock dan Produktivitas Optimal PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP sebagai Wakil Direktur Manajemen Bahan Bakar PT Kilang Pertamina Internasional.
Selanjutnya, DW sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Pada kasus ini, negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.
”Dalam rangka mengakibatkan adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata keterangan Kejagung.
Casus ini dimulai ketika periode 2019-2023, pemerintah sedang menjalankan program pemenuhan minyak mentah harus dari dalam negeri.
Lantas, PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor menurut ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Hanya saja, Riva bersama dua tersangka lainnya, yaitu Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin dan Wakil Presiden (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono, diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).
Dalam rapat tersebut diputuskan untuk mengurangi produksi kilang agar hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya dimanfaatkan.
"Terakhir, kebutuhan minyak mentah maupun produk kilang ditutup dengan cara impor," ujar Qohar.
Tidak sampai di sana, Qohar mengatakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak karena keputusan ROH sebelumnya.
Penolakan dilakukan dengan alasan bahwa produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal sebenarnya masih sesuai dengan harga perkiraan sendiri (HPS).
Selain itu, penolakan juga didasari oleh alasan produksi minyak mentah KKKS tidak sesuai dengan spesifikasi, padahal sebenarnya sebaliknya.
"Ketika produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak oleh dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," kata Qohar.
Akibatnya, PT Kilang Pertamina melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang di mana terjadi perbedaan harga yang signifikan dibandingkan dengan harga di dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak terduga ada tindakan yang curang antara para terduga yang melibatkan Rivan, Sani, Agus, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, yang telah menetapkan kesepakatan harga dengan broker.
Broker yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah pemilik manfaat atau penerima keuntungan dari PT Navigator Khatulistiwa, yaitu Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
Qohar mengatakan para tersangka tersebut bermain-main dengan harga untuk kepentingan pribadinya sehingga merugikan negara.
Rivan bersama dengan Sani dan Agus kemudian memenangkan broker minyak mentah tersebut.
Tak hanya itu, rangkaian perbuatan tersangka juga melibatkan dugaan peningkatan harga kontrak pengiriman minyak impor
"Sepertinya telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi syarat," jelasnya.
Tindakan para tersangka ini membuat negara mengalami kerugian karena pemerintah harus memberikan subsidi yang lebih tinggi dari APBN karena permainan harga yang dilakukan sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat mengalami kenaikan.
(*)
google news
Posting Komentar