Kenapa Aku memilih tidak Melakukan Sharenting?

Daftar Isi

Di era media sosial, berbagi momen kehidupan sehari-hari sudah menjadi bagian dari rutinitas banyak orang, termasuk para orang tua. Salah satu tren yang populer adalah sharenting, yaitu praktik berbagi foto, video, atau cerita tentang anak di media sosial. Meski tampak biasa, sharenting memiliki jumlah risiko yang sering diabaikan. Artikel ini akan membahas alasan-alasan kuat untuk menghindari sharenting, terutama dari sudut pandang agama, privasi, keamanan, dan empati sosial.

Bahaya "Ain: Pandangan Islam tentang Kekelanjutan

Dalam Islam, konsep 'ain mengacu pada bahaya yang ditimbulkan oleh pandangan iri atau kagum seseorang yang tidak diikuti dengan doa atau pujian kepada Allah. Ketika orang tua membagikan foto atau cerita anak yang menarik perhatian, tanpa sadar mereka membuka kemungkinan anaknya menjadi sasaran pandangan tersebut. Misalnya, ketika seseorang memuji kecantikan atau kecerdasan anak tanpa menyebutkan "Masya Allah," hal ini diduga dapat membawa dampak buruk bagi anak. Rasulullah SAW bahkan mengajarkan umatnya untuk berhati-hati dalam memamerkan hal-hal yang berpotensi memancing iri hati. Dengan menghindari sharenting, orang tua dapat melindungi anak dari risiko bahaya 'ain sekaligus menunjukkan ketaatan pada ajaran agama.

Keselamatan Anak Merupakan Hak Yang Patut Dihormati

Anak-anak memiliki hak atas privasi mereka, termasuk terhadap informasi yang dibagikan orang tuanya. Ketika orang tua mengunggah foto atau cerita tentang anak tanpa izin, mereka secara tidak langsung mencabut hak anak untuk menentukan apa yang ingin diketahui orang lain tentang dirinya. Ini menjadi permasalahan yang lebih kompleks di era digital, di mana catatan yang ditinggalkan di internet sulit dihapus sepenuhnya. Apa yang saat ini tampak menggemaskan atau lucu oleh sekarang---seperti foto anak saat sedang manja atau cerita tentang kebiasaan anak---dapat maknanya berubah dan berubah menjadi sesuatu yang memalukan atau merugikan di masa depan, misalnya ketika anak mulai dewasa.

Bahaya Risiko Keamanan Digital: Api di Balik Layar

Selain isu privasi, sharenting juga membawa risiko keamanan digital. Foto atau informasi tentang anak yang diunggah ke media sosial bisa dicegah oleh oknum tidak bertanggung jawab. Misalkan, pencurian identitas, di mana data anak digunakan jelek atau eksploitasi gambar oleh pemburu online. Di beberapa kasus, photo anak bahkan dipakai dalam konten tak senonoh tanpa pengetahuan ayah bunda. Risiko jadi makin tinggi kalau ayah bunda tidak sengaja memberi info sensitif, seperti nama lengkap anak, tanggal lahir, atau alamat rumah. Jadi, menghindari sharenting adalah langkah bijak untuk menjaga si sulung dari ancaman dunia cyber.

Menyayangi dan Menghargai Orang Orang yang Belum Menjadi Orang Tua

Empati sosial juga menjadi alasan penting untuk menghindari kebiasaan berbagi foto anak-anak di media sosial. Tidak semua orang memiliki keberuntungan yang sama dalam memiliki anak. Bagi mereka yang sedang berjuang dengan masalah kesuburan, kehilangan anak, atau belum menikah, melihat konten tentang anak-anak di media sosial bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan. Dengan membatasi atau menghindari postingan anak-anak di media sosial, orang tua dapat menunjukkan rasa empati dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Ini juga merupakan wujud penghormatan terhadap keberagaman pengalaman hidup yang dialami setiap individu.

Membuang Jejak Digital yang Tidak Perlu

Informasi apa pun yang diunggah ke internet akan menghapus jejak digital yang sulit dihapus. Jejak ini tidak hanya memengaruhi orang tua, tetapi juga anak-anak di masa depan. Bayangkan seorang anak yang tumbuh dewasa dan ingin melamar pekerjaan, tetapi informasi pribadinya yang dapat diakses secara mudah di internet, termasuk foto atau cerita yang memalukan yang pernah dibagikan oleh orang tuanya. Hal ini bisa merugikan reputasi anak dan memengaruhi kehidupan profesionalnya. Dengan tidak melakukan "sharing atas nama anak", orang tua membantu anak menjaga kendali atas narasi hidup mereka sendiri.

Pencegahan (atau Perlindungan) dari Eksploitasi atau Peningkatan Ekonomi yang Menggunakan Anak

Dalam zamannya media sosial, ada kecenderungan untuk menjadikan anak-anak sebagai "bahan konten" demi mendapatkan likes, komentar, atau bahkan penghasilan. Dalam beberapa kasus, orang tua yang populer di media sosial menggunakan foto atau video anak-anak untuk tujuan komersial, seperti akomodasi dan iklan. Meskipun tampaknya menguntungkan, praktek ini bisa dianggap sebagai bentuk eksploitasi, terutama jika anak-anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan. Anak-anak bukanlah alat pemasaran, dan hak mereka untuk tidak dieksploitasi harus dihormati.

Fokus pada Kehidupan Nyata

Media sosial sering kali membuat kita terjebak dalam kebutuhan untuk terus mendokumentasikan momen, sehingga melupakan pentingnya menikmati saat-saat itu secara langsung. Dengan menghindari sharenting, orang tua dapat lebih fokus pada hubungan nyata dengan anak tanpa terganggu oleh keinginan untuk memotret atau merekam setiap momen. Ini juga membantu anak belajar menghargai kehidupan tanpa tekanan untuk tampil sempurna di dunia maya.

Meningkatkan Kesadaran Anak akan Privasi dan Keamanan

Menghindari sharenting juga memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengajarkan anak tentang kepentingan privasi dan keselamatan digital. Anak-anak yang tumbuh tanpa kesadaran yang berlebihan mengenai media sosial cenderung lebih paham tentang perbatasan antara kehidupan pribadi dan publik. Mereka diajarkan bahwa tidak semua hal dalam kehidupan memerlukan bagian, sehingga menjadi individu yang lebih bijak dalam menggunakan teknologi di masa depan.

Alternatif Positif untuk Mengabadikan Momen Aku memiliki sejumlah ide kreatif untuk mengabadikan sisi positif momen spesial Anda, misalnya: * Membuat Film, Membuat To Do List, Membuat Kartu Lahir, Buatlah Lukisan, Wihta Poto Busta positif, Membuat Voucher favorit, Dokumentasikan video, Baca Novel Favorit bersama, Menyimpan perilaku kecil anak, Menyimpan Inerase Atau Harapan, Menyimpan Momen khusus pilek dan Piknik

Meskipun tidak membagikan momen anak di media sosial, orang tua masih bisa menyingkap kenangan dengan cara yang lebih pribadi dan aman. Selain itu, misalnya, mereka dapat menyimpan foto dan video dalam album digital yang hanya terakses oleh keluarga dekat atau membuat jurnal pribadi tentang perjalanan anak. Dengan ini, kenangan tetap aman diingat tanpa mengorbankan privasi atau keamanan anak.

Berikut adalah makna dari percakapan antara manusia dan asisten buatan cerdas:"Perasaan itu adalah milik dunia ini, bukan tabir."

Syaringkan cerita anak mungkin terlihat sebagai hal yang sederhana, tetapi dampaknya bisa sangat besar bagi anak, baik sekarang maupun di masa depan. Dari perspektif agama, privasi, keamanan, hingga kasih sayang sosial, ada banyak alasan untuk menghindari praktik ini. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak mereka tidak hanya dari bahaya fisik, tetapi juga dari risiko dunia digital yang semakin kompleks. Dengan tidak melakukan syaringkan cerita tentang anak, orang tua tidak hanya menjaga privasi dan keselamatan anak, tetapi juga memberikan teladan tentang bijaknya menggunakan media sosial di era modern.

Menghindari overposting tentang anak tidak berarti tidak mungkin berbagi kebahagiaan tentang anak, tapi itu sebuah kesempatan untuk lebih selektif dan cerdas dalam membagikannya. Beri kita sebuah langkah kecil untuk menjadikan dunia digital lebih aman dan empati. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sesungguhnya bukanlah jumlah like atau komentar, melainkan hubungan yang kuat dengan keluarga dan keamanan anak-anak kita.

Posting Komentar