Ini Penyebab THR Lebaran Tahun Ini akan Kena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Daftar Isi

Karyawan di seluruh Indonesia harus bersiap menghadapi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang lebih besar ketika menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran pada tahun ini.

Hal ini disebabkan oleh penerapan skema tarif efektif rata-rata (TER), yang mampu meningkatkan besaran pajak yang dipotong dari penghasilan tambahan seperti THR dan bonus.

Penerapan skema TER (Tinjauan Ekstensif Terintegratif) sebenarnya bertujuan untuk memudahkan perhitungan pajak serta meningkatkan ketepatan dalam membayar pajak. Namun, bagi pekerja, peraturan ini bisa membuat uang THR yang mereka terima menjadi lebih kecil. Dengan momentum Ramadan dan Lebaran yang semakin dekat, perubahan ini memungkinkan akan mempengaruhi perencanaan keuangan banyak pekerja.

Karena, para pegawai harus membayar pajak lebih besar pada awal, yaitu pada periode Januari hingga November.

Selain itu, dari sisi urgensi, kebijakan ini juga dinilai kurang tepat karena berdampak langsung pada THR yang akan diberikan bulan depan. Dengan skema TER, potongan pajak terhadap THR menjadi lebih besar, meskipun ada kompensasi di bulan Desember.

"Padahal, orang yang wajib pajak butuh uang THR itu untuk hari raya, bukan untuk bulan Desember," katanya.

Karena itu, skema TER ini harus direvisi atau dikembalikan ke metode perhitungan sebelumnya agar lebih adil bagi pekerja.

Skema TER diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Melalui ketentuan tersebut, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak.

Ya, penerimaan gaji tetap dan gaji tidak tetap yang diterima karyawan tidak dapat dipisahkan dalam perhitungan pajak, sehingga kedua jenis penerimaan tersebut dijumlahkan dan dikenai pemotongan sebesar tarif efektif rata-rata (TER).

Artinya, jika seorang pegawai tetap masih menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dan bonus dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut dicampurkan ke dalam penghasilan bersih. Untuk menentukan PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan, penghasilan bersih kemudian dikalikan dengan Tarif Efektif Regional (TER) bulanan sesuai status Pegawai Tetap yang menerima penghasilan.

Misalnya, seorang pegawai tetap bernama Pak X (TK/0) menerima gaji bruto dari majikannya sebesar Rp 8 juta per bulan pada bulan Februari tahun 2025. Dengan demikian, Pak X dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,5%.

Kemudian, pada tahun pajak Maret 2025, Tuan X menerima THR satu kali gaji sehingga penghasilan bruto yang diterima Tuan X menjadi Rp 16 juta. Oleh karena itu terdapat perubahan tarif, di mana tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto senilai Rp 16 juta adalah 7%.

Tapi, DJP Kemenkeu memastikan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Penerapan tarif TER justru mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November.

Pada akhir tahun pajak Desember, pengusaha akan menghitung kembali jumlah pajak yang harus dibayarkan dalam setahun menggunakan tarif pajak umum PPh pasal 17, dan dikurangi dengan jumlah pajak yang sudah dibayarkan dari Januari hingga November, sehingga beban pajak yang harus dibayar wajib pajak akan tetap sama.

Posting Komentar