Cerita Bripka Joko Temukan 40 Benda Diduga Santet saat Gali Kuburan...

Bripka Joko Hadi Aprianto, anggota Polsek Samarinda Ulu, menjalankan tugas yang tidak biasa selama 23 tahun: menggali kuburan bagi masyarakat yang meninggal.
Di balik jasanya, ia menyimpan berbagai pengalaman unik hingga membuat bulu kuduk merinding.
Joko menceritakan salah satu pengalaman yang menakutkan ketika ia sedang menggali tanah pekuburan.
Saat mencangkul tanah, ia menemukan 40 benda yang diduga sebagai objek santet.
Kamis, (13/2/2025).
Hari lain, dia menyaksikan tanahnya yang sedang ia keruk bergemuruh dan longsor tanpa peringatan. Ini dimulai dengan bayangan hitam besar bergerak perlahan ke atas bukit.
"Suatu malam, saya melihat bayangan hitam besar bergerak perlahan ke atas bukit. Seketika, tanah di sekelilingnya bergemuruh dan longsor terjadi tanpa peringatan. Saya hanya bisa terpaku, menyaksikan fenomena yang sulit dipahami," katanya.
Pada kesempatan lain, ketika menggali, ia mengira melihat ayam di dekat lubang kubur. Namun, setelah melihat lebih dekat menggunakan kamera ponselnya, ia terkejut melihat tangan manusia menggerakkan tangan seolah-olah meminta bantuan.
"Itu bukan ayam. Aku pikir itu ayam, pake HP aja, untuk kita lihat dari jauh, aku pikir itu ayam, tapi ternyata munculnya menggambarkan lemas," katanya.
Dalam profesi tersebut, ia juga beberapa kali melihat wajah-wajah yang terlihat rusak muncul dari dalam tanah.
"Langsung muncul di depan mata, kadang kita diam saja melihat begitu, wajahnya hancur, tapi bukan orang yang baru meninggal yang dikubur," katanya.
Meskipun sering mengalami kejadian-kejadian yang tidak masuk akal, Joko melaksanakan tugasnya dengan sepenuh hati.
Baginya, setiap pengalaman menyeramkan itu adalah bagian dari perjalanan spiritual yang mengajarkan banyak hal.
"Saya sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu. Yang penting tetap berdoa dan tidak takut," katanya.
Viral di medsos
Bripka Joko menjadi viral di media sosial. Polisi berusia 38 tahun ini akhirnya dikenal luas karena menggali tanah untuk kuburan warga yang kurang mampu.
Dia mulai bekerja sebagai penggali kubur sejak kelas 2 SMP.
Sebelumnya, sejak kelas 3 SD, dia sudah berusaha membantu keluarganya dengan jualan kue keliling dan menjual kayu bakar.
Ayah saya adalah seorang polisi bintara dengan gaji rendah, harus menghidupi delapan anak. Tapi satu saudara saya meninggal, jadi kami tujuh bersaudara. Sebagai anak keempat, saya merasa harus membantu keluarga. Gaji polisi pada saat itu tidak cukup, jadi saya mencari pendapatan sendiri. Mulai dari menjual kue, kayu bakar, sampai akhirnya menjadi penggali kubur," kenang Joko.
Pada saat menjadi pekerja penggali kubur saat masih berada di SMP, Joko mendapatkan upah Rp 20.000 hingga Rp 35.000 per pekuburan.
Pada tahun 2005, ayahnya menyarankan agar ia mendaftar sebagai anggota Polisi.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke Samarinda, kota asalnya dan melanjutkan tugasnya sebagai polisi. Meskipun sudah menjadi polisi, Joko tidak meninggalkan tugas sosialnya sebagai penggali kubur.
Menghias Tanah untuk Tempat Pemakaman Masyarakat
Selama lima tahun terakhir, Joko dipercaya menjadi ketua pemakaman di daerah tempat tinggalnya.
Ia mengelola lahan kuburan milik pemerintah dan mewakafkan tanah keluarganya untuk digunakan sebagai pemakaman umum.
"Saya mengelola tanah kuburan yang dimiliki Pemerintah Samarinda. Tapi karena lahan semakin sempit, saya juga mengwakafkan tanah keluarga untuk membantu warga yang membutuhkan tempat pemakaman," jelasnya.
Tidak hanya menggali kubur, ia juga membayar 18 anggota tim penggali kubur, termasuk dua ibu-ibu yang membantunya setiap hari.
Saat ini, area pemakaman yang dikelola sudah hampir penuh. Joko sedang berupaya berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendapatkan lahan tambahan agar warga tetap bisa dimakamkan dengan layak.
"Kami terus mencoba berkoordinasi dengan pemerintah. Semoga bisa diberikan lahan tambahan agar warga tetap bisa dimakamkan dengan layak," harapnya.
Posting Komentar