7 Fakta Unik Desa Adat Umoja, Desa Tanpa Laki-laki di Kenya

Daftar Isi

-

Menurut laman Jaringan Wisatawan Wanita Solo Masyarakat Umoja hidup mandiri dengan mengelola keuangan mereka sendiri, mendidik anak-anak, dan menjaga komunitas mereka tetap kuat meskipun menghadapi banyak tantangan.

Berikut adalah 7 fakta tentang Desa Umoja yang menjadikannya salah satu desa yang paling menarik di dunia.

1. Dihuni oleh Perempuan

Dikutip dari laman Glamour Desa tersebut, menurut penjelasan, awalnya dibentuk untuk melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender dan pernikahan paksa yang biasa terjadi dalam masyarakat Samburu. Desa ini dihuni oleh 47 perempuan dan 200 anak. Sebagian besar warga desa tersebut adalah korban perkosaan, pelecehan, atau pernikahan paksa.

Rebecca Lolosoli, pemimpin komunitas ini, menggabungkan perempuan Samburu yang kehilangan tempat tinggal dan hak-haknya. Umoja menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang melawan pernikahan dini, kekerasan, dan mutilasi genital perempuan.

2. Berdiri Sebagai Bentuk Perlawanan

Umoja didirikan sejak tahun 1990. Ini merupakan hasil perlawanan para perempuan Samburu yang menjadi korban pemerkosaan oleh tentara Inggris. Rebecca Lolosoli mendirikan Umoja setelah dia sendiri dianiaya karena dia berbicara tentang hak perempuan. Dia menyadari bahwa banyak perempuan lain mengalami nasib serupa dan membutuhkan tempat aman. Lebih dari selusin perempuan yang terusir dari komunitasnya mendirikan desa ini sebagai tempat aman. Sekarang, hampir 50 perempuan dan ratusan anak tinggal di sana, membangun kehidupan baru jauh dari kekerasan dan ketidakadilan.

3. Mengelola Keuangan Sendiri

Perempuan di Umoja melakukan sejumlah usaha ekonomi untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Mereka membuat dan menjual kerajinan tangan khas Samburu serta mengenakan biaya masuk bagi wisatawan yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang desa mereka. Jaringan Wisatawan Perempuan Solo Ekonomi ini membantu mereka menjadi lebih mandiri secara keuangan. Semua uang yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dibagi kembali secara merata menurut jumlah anggota keluarga masing-masing. Uang tambahan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai kebutuhan masyarakat, seperti biaya pendidikan anak-anak hingga dana darurat.

4. Pendidikan bagi Perempuan Muda

Umoja bukan hanya menjadi tempat perlindungan, tetapi juga pusat pendidikan bagi anak perempuan. Desa ini memiliki sekolah kecil yang mengajarkan anak perempuan tentang hak-hak perempuan melalui Mereka meluncurkan program advokasi di desa mereka dan desa-desa sekitar. Mereka mengunjungi masyarakat sekitar dan memberi tahu para perempuan dan anak-anak perempuan tentang hak-hak mereka terkait pernikahan dini dan pernikahan anak di bawah umur. Female Genital Mutilation (FGM). "Jika seorang anak perempuan menikah pada usia dini, maka anak perempuan itu tidak akan menjadi ibu yang kompeten," kata kepala sekolah Umoja kepada Guardian .

5. Wanita Umoja Masih Mempunyai Keturunan

Rasio jumlah anak perempuan di desa ini jauh lebih banyak daripada perempuan dewasa. Kejadian ini pernah menarik perhatian karena menimbulkan pertanyaan bagaimana desa ini tetap berkembang.

Mereka mengakui bahwa laki-laki tidak diizinkan tinggal di sana, namun mereka masih ingin memiliki anak. Menurut mereka, menjadi ibu tidak harus melalui pernikahan. Jika mereka ingin memiliki seorang anak, mereka akan meninggalkan desa ini.

6. Masih Menerima Ancaman dari Lelaki

Kemandirian perempuan di Umoja tak selalu diterima dengan tangan terbuka. Banyak pria di komunitas sekitar tidak setuju, bahkan berancang-ancang mengancam Rebecca Lolosoli karena perjuangannya.

Untuk menjaga keamanan, desa ini diapit oleh pagar. Meski begitu, masih ada laki-laki yang mencoba memasuki desa. Apabila situasi seperti itu terjadi, maka perempuan-perempuan di Umoja segera akan menghubungi polisi.

7. Laki-laki Boleh Berkunjung

Meskipun pria tidak diperbolehkan tinggal di Umoja, mereka masih bisa berkunjung sebagai wisatawan. Kehadiran wisatawan, termasuk pria, menjadi salah satu sumber pendapatan bagi komunitas ini. Melalui pariwisata, perempuan di Umoja bisa memperkenalkan budaya Samburu, menjual kerajinan tangan, dan mengatur tur desa untuk mendukung keberlanjutan ekonomi mereka.

Menurut Rebecca Lolosoli, pria yang berkunjung harus tetap mematuhi aturan yang ditetapkan oleh komunitas. Dengan demikian, meskipun Umoja didirikan sebagai tempat yang aman bagi perempuan, interaksi dengan dunia luar masih tetap dijaga agar mendukung kemandirian dan keberlanjutan desa.

Bukan sekadar pilihan, melainkan satu-satunya cara untuk benar-benar merdeka. Selama kekerasan berbasis gender terus terjadi, perempuan harus mencari cara untuk melindungi diri, bahkan dengan memisahkan diri dari laki-laki.

Posting Komentar