Bambu-Bambu yang Enggan Jadi Pagar

Daftar Isi
Bambu-Bambu yang Enggan Menjadi Pagar

Penduduk Kampung Ceria di pantai utara, hidup damai sebagai nelayan sederhana. Laut adalah teman mereka, hingga suatu hari datanglah proyek besar bernama "Pagar Laut Nasional" yang katanya demi menjaga ekosistem. Pagar ini tidak seperti pagar biasa; terbuat dari bambu-bambu kokoh yang katanya bisa menahan ombak, ikan, bahkan nelayan malas yang lupa mengangkat jaring.

Proyek itu mendadak ramai. Petani laut bingung, "Pagar ini buat apa? Apakah laut menjadi seperti kandang ayam?" gumam Pak Surip, nelayan senior. Hanya saja, tidak ada yang bisa melawannya. Yang penting adalah proyek jalan ini, katanya.

Para pekerja datang membawa bambu-bambu dari gunung. Bambu-bambu itu tampak kesal. "Mengapa kami dibawa ke pantai yang jauh? Kami adalah bambu gunung, bukan bambu pantai," keluh si Bambu Tua yang sudah lama berdiri kokoh di lereng gunung.

"Aku lebih cocok menjadi tiang bendera di sekolah!" teriak si Bambu Kecil.

"Irang-irang, bukan pagar!" sambut yang lain.

Namun, mereka tetap dipasang sebagai pagar laut. Hari pertama pagar selesai, penduduk desa justru makin bingung. Gelombang tetap datang, ikan tidak peduli dengan pagar, dan nelayan makin kesulitan mencari sumber income.

"Pikirkanlah, apakah ikan memerlukan SIM? Ikan tampaknya tidak peduli dengan adanya pagar," kata Bu Yati, seorang jualan gorengan biasa sering menghibur para nelayan.

Sebulan yang lalu, pagar itu mulai bermasalah. Gelombang besar menghantamnya tanpa ampun. Nelayan malah semakin kesulitan karena serpihan bambu tersangkut di jaring mereka. Warga mulai protes, tapi seperti biasa, grup bermusuhan dari kota mulai muncul di media sosial.

Akun yang membela nelayan adalah yang tidak bersalah. Tidak punya pekerjaan lain. Menjaga keluarga.

"LUaran laut bukan hak leluhur kita! Itu pagar adalah investasi masa depan!" seru yang lain.

Yang lebih aneh lagi, ada juga akun dengan nama @BambuBersuara yang menuduh nelayan merusak lingkungan laut karena tidak mau menjaga pagar.

"Aku rasa akun itu ditanya sama Babby Barlil," ujar Pak Surip kepada temannya.

Perubahan terjadi ketika seorang anak kecil, Siti, bertanya sederhana, "Mengapa alam laut membuat ayahku tidak bisa mencari ikan?"

Entah bagaimana, komentar Siti menjadi viral di media sosial. Ada yang mendukung, tapi banyak juga yang menidakmurkannya.

"Apa ada anak kecil yang ikut berbicara soal politik?" tulis @KipasProyek.

Tetapi, keajaiban terjadi satu minggu kemudian. Tiba-tiba, tongkat kayu bambu mulai bergerak sendiri!

"All right! Kami ingin kembali ke gunung atau menjadi sesuatu yang lebih berguna!" teriak pohon Bambu Tua sambil melompat dari akuanya di laut.

Semalam, pagar bambu semua tidak lagi ada. Rupanya mereka berkonvoi ke balai desa.

"Ayo terima kami sebagai pagar laut, jangan sebagai pagar saja!" ujar Bambu Kecil sambil meludahkan ludah ke tanah.

Penduduk desa setuju dengan ide tersebut. Batang bambu akhirnya diubah menjadi berbagai kerajinan tangan, papan bendera, bahkan gazebo di ruang taman. Desa menjadi lebih ramai oleh para wisatawan, dan para nelayan kembali melaut tanpa mengalami hambatan apa-apa.

Proyek "Pagar Laut Nasional" dianggap sukses... tapi bukan karena pagar lautnya, melainkan karena kreativitas warganya!

Posting Komentar